Kamis, 27 Oktober 2016

"OK GO**L*"

Siapa sih yang tidak menggunakan aplikasi ini,semua orang yang punya smartphone pasti tidak akan lepas dari program ini. Ada yang menyebutnya dengan kakeknya,Omnya dan apalah,bila sehari saja tidak membuka aplikasi ini tentu ada yang kurang. "Aplikasi pemecah masalah" ini selalu saja menemani kita,selalu berada di samping kita, selalu berada di genggaman kita. Mungkin sekilas dapat dikatakan inilah guru yang paling pintar, dapat soal sesulit apapun langsung dijawab terdapat opsi pula. Indahnya dunia sekarang,semua tersedia di depan mata kita..namun hal ini juga yang dapat membuat pemikiran kita yang sejak kecil diisi dan dipenuhi dengan norma - norma suci yang ditanamkan oleh orang tua, keluarga, lingkungan menjadi cobaan yang berkecamuk dalam diri. Mungkin ini hanya pendapatku saja yang berada dipersimpangan akal, bertempur dalam nubuah dosa atau tidak, hanya dengan sedikit bisikan setan yang dibenarkan oleh jemari dengan landasan iseng membuka hal-hal yang dianggap masih tabu oleh anak,saya tak mungkin menyebut hal apa yang bisa membenarkan perbuatan ini..sama halnya dengan media massa sekarang, menceritakan kulit luar agar dikupas sendiri oleh pembaca dengan aplikasi ini. Saya bukan orang yang membenci kemajuan, saya juga menggunakan aplikasi ini setiap hari, tentu membantu saya dalam mencari alamat saat diperintah oleh bubos ataupun diminta pacar untuk suatu hal, namun yang sangat disayangkan aplikasi ini terlalu terbuka,tanpa filter, tanpa batas dalam berbagi suatu hal. Tanpa kita sadari kegiatan sehari-hari kita bergantung ada aplikasi ini yang menggeser paradigma percaya pada manusia. Dalam hal konten yang didasari isengpun demikian,kita akan semakin mengarah ke konten konten yang selalu terorganisir antara satu sama lain. Tentu pola pikir kita berubah, kita membenarkan hal hal yang dianggap tabu menjadi biasa, hal-hal yang dianggap sebagai pelajaran hidup untuk masa nanti katanya. Dan parahnya lagi, Iklan layanan ini juga menampilkan hal-hal yang kuanggap  yang tidak perlu dilakukan..mungkin aku kuno,tapi biarlah aku membanggakan kekunoan diriku ini, Iklan yang memunculkan anak-anak muda yang menikmati malam dengan bersenang-senang...lengkap dengan alamat dan reviewnya pula.Iklan yang menyatakan tidak pulang karena dolan kepagian, apakah dibenarkan hal ini ? Mungkin hal ini sudah kalian jawab dengan itu sudah biasa,perkembangan zamanlah ato apapun yang menjadi dasar pemikiran kalian.namun disinilah dosa aplikasi ini yag menjadikan kalian menjawab hal tersebut biasa.Memang di dunia ini diciptakan sang khalik dengan dua sisi.Well,inilah tulisan pertamaku

Rabu, 25 November 2015

Makalah outsourcing / Hukum Ketenagakerjaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha / pemberi kerja yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja.Oleh karena itu hubungan kerja merupakan hubungan hukum antara pekerja dan pemberi kerja, yang terikat dengan adanya perjanjian kerja.
Masa pembangunan nasional sekarang ini faktor tenaga kerja merupakan sarana sangat dominan di dalam kehidupan bangsa.Landasan Konstitusional yang mengatur ketenagakerjaan telah dituangkan pada pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar 1945.Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Di negara kita republik Indonesia di dalam segi kehidupan ketenagakerjaan terbentang berbagai masalah dan kendala. Misalnya tentang kesenjangan antara semakin membengkaknya jumlah pencari kerja dengan sedikitnya kesempatan kerja yang tersedia, kurang tersedianya tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman
Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja.Karena dengan adanya perjanjian kerja diharapkan para pengusaha atau majikan tidak lagi memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang, memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan kebutuhan para pekerja serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha / majikan dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku
Suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk sederhana maupun secara formal. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja, hendaknya menentukan kedudukan masing-masing pihak  pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha / majikan terhadap pekerja secara timbal balik.
Memasuki abad ke-20, kapitalisme telah memasuki tahap tertinggi dan terakhir bernamaimperialisme (kerajaan kapital monopoli dalam skala dunia). Dan ketika panah waktu bergerak keabad ke-21, kita menjadi saksi hidup dari krisis demi krisis yang menimpa imperialisme yang kiankronis. Seiring perkembangan waktu, kapitalisme semakin tua dan tidak cocok dengan semangatpembaruan zaman lagi. Akar dari krisis ini terletak di dalam sistem kapitalisme itu sendiri;overproduksi barang-barang bertehnologi tinggi dan persenjataan militer, krisis energi karenakerakusan mereka sendiri, krisis keuangan (financial) karena praktek manipulasi mereka sendiri,anarkhi produksi serta perebutan pasar dunia bagi barang komoditas di kalangan kekuatanimperialisme sendiri juga termasuk dalam praktek outsourcing yang dikatakan “tidak pro buruh”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.         Apa yang menjadi ketentuan hukum dalam perjanjian kerja?
2.         Apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pihak dalam perjanjian kerja yang sudah disepakati itu?
3.         Apakah praktek outsourcing boleh diterapkan dalam ketenagakerjaan?
4.         Apa akibat hukum pelanggaran praktik outsourcing?

C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Mengetahui ketentuan hukum dalam perjanjian kerja
2.         Menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak dalam perjanjian kerja yang sudah disepakati
3.         Mengetahui penerapan outsourching dalam ketenagakerjaan
4.         Mengetahui akibat hukum pelanggaran praktik outsourcing







BAB II
PEMBAHASAN

A.       Ketentuan Hukum dalam Perjanjian Kerja
1.         Pengertian
Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan).Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah “tenaga kerja yang bekerja diluar maupun di dalam hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh”.Di sini yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja.
Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada para pihak (pekerja dan pemberi kerja), apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalam hubungan kerja.Tujuannya adalah untuk menciptaka keadilan sosial di bidang ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo homoni lupus). Atas dasar inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah ketenagakerjaanmelalui peraturan perundang-undangan yang menjadi objek keikutsertaan pemerintah terutamanya menyangkut keselamatan, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya.Akan tetapi tentunya pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha yakni kelangsungan perusahaannya.
Pasal 1313 KUH perdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.Oleh karena itu, pengertian seperti ini mengandung makna dan cakupan yang luas atau umum sekali sifatnya.
Kemudian dalam pasal 1601 a KH perdata secara khusus mendefinisikan mengenai perjanjian kerja.
“perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo, S.H yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja.Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.
Dari pengertian-pengertian ini dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak sama ini disebut sebagai subordinasi.
Oleh karena itu adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian umum dengan perjanjian kerja tidak dapat dipungkiri. Sebab dalam perjanjian pada umumnya yang membuat perjanjian mempunyai derajat yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau seimbang. Perjanjian kerja juga dikatakan hampir mirip dengan perjanjian pemborongan yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak-pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran tertentu.
Selanjutnya perlu ditekankan bahwa perjanjian kerja jelas tidak sama dengan kesepakatan kerja bersama (KKB). Perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan KKB.
Berikut ini adalah ketentuan –ketentuan hubungan antara KKB dan perjanjian kerja :
a.         KKB adalah sebagai peraturan induk dari perjanjian kerja
b.        Perjanjian kerja tidak boleh mengesampingkan keberadaan KKB
c.         Ketentuan-ketentuan dalam KKB secara otomatis beralih perjanjian kerja
d.        KKB merupakan jembatan untuk menuju terciptanya perjanjian kerja yang baik.
2.         Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUH perdata) yaitu:
a.         Sepakat merekat yang mengikatkan diri,
b.        Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
c.         Suatu hal tertentu
d.        Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak.Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama.
Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum.Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa azas, yaitu:
a.         Azas kebebasan berkontrak atau open system (freedom of contract).
Azas utama dalam perjanjian adalah azas keterbukaan (open system), maksudnya adalah setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja dengan siapa saja. Dalam perjanjian kerja azas kebebasan berkontrak maupun azas yang utama.
b.        Azas konsensual atau azas kekuasaan bersepakat
Maksud dari azas ini adalah bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata sepakat, antara pihak yang mengadakan perjanjian.Artinya yang paling utama adalah terpenuhinya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian.
c.         Azas kelengkapan atau optimal system
Maksud Azas ini adalah apabila para pihak yang mengadakan perjanjian, berkeinginan lain, mereka menyingkirkan pasal-pasal yang ada pada undang-undang.Akan tetapi jika secara tegas ditentukan di dalam suatu perjanjian, maka ketentuan pada undang-undanglah yang dinyatakan berlaku.
3.         Unsur-Unsur dalam Perjanjian Kerja
Berdasarkan penjelasan pengertian tentang perjanjian kerja yang dijelaskan sebelumnya dapat ditentukan unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu:
a.         Adanya unsur work atau pekerjaan.
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian).Pekerjaan mana yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan pedoman pada perjanjian kerja.


b.        Adanya unsur perintah
Berdasarkan perjanjian tersebut pekerja haruslah tunduk pada perintah orang lain yaitu sipemberi kerja. Dengan adanya ketentuan seperti ini, menunjukkan bahwa si pekerja dalam melakukan pekerjanya berada di bawah wibawa orang lain, yaitu si majikan.
c.         Unsur waktu (Time)
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau perundang-undangan.
d.        Unsur upah (pay)
Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja.Jika pekerja diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain (majikan / pengusaha), maka pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah.Upah merupakan hubungan kontraktual antara penerima kerja dan pemberi kerja.Pemberian majikan yang tidak wajib kepada pekerja tidak dikategorikan sebagai upah.Lazimnya pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang.Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan pemberian upah dalam bentuk barang.
Dalam pasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat tertulis sekurang-kurangnya memuat:
a.         Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
b.        Nama dan alamat pekerja
c.         Jabatan atau jenis pekerjaan.
d.        Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja.
e.         Besarnya upah dan cara pembayaran.
f.          Tempat pekerjaan.
g.         Mulai melakukan perjanjian kerja
h.         Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat.
i.           Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis.Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja.

B.       Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja.
Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya merupakan suatu kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain adalah sebuah kewajiban.
1.         Kewajiban-kewajiban pihak pekerja
Yang menjadi inti dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja, yaitu:
a.         Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin majikan dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi sifatnya karna berkaitan dengan masalah keahlian.
b.        Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan / pengusaha, aturan perusahaan sehingga menjadi lebih jelas.
c.         Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan / kelalaian maka sesuai dengan prinsip hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan perbuatan melanggar hukum dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura datum)
2.         Kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha
Berikut adalah kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha, dalam hukum ketenagakerjaan :
a.         Kewajiban membayar upah.
Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai akibat langsung pelaksanaan perjanjian oleh pekerja.Pembayaran upah ahrus dilakukan tepat waktu.Pembayaran upah diatur pula jika si pekerja berhalangan karena alasan tertentu misalnya alasan sakit, menjalankan cuti, melakukan tugas negara dan lain sebagainya.
b.        Kewajiban untuk memberikan istirahat tahunan
c.         Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
Majikan wajib mengurus dan merawat jika buruh yang bertempat tinggal padanya sakiot atau kecelakaan.Akan tetapi dalam hal ini keadaan yang tidak disengajalah yang menjadi tanggung jawab majikan.
d.        Kewajiban memberikan surat keterangan
Majikan wajib memberikan surat keterangan yang membuktikan pengalaman kerjanya, jabatn yang pernah didudukinya dan keahlian-keahlian tertentu yang telah dimilikinya. Akan tetapi pemutusan kerja tersebut bukan karena alasan-alasan negatif
e.         Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria dan pekerja wanita

C.       Penerapan Praktek Outsourcing di Indonesia
Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan misalnya yang mengatur bahwa outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsug dengan proses produksi.
Sedangkan yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsungdengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usahapenyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman(security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan,serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. Mengenai jenis-jenis kegiatan jasa penunjang ini juga diatur dalam Pasal 17 ayat (3)Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (“Permenaker 19/2012”).
Materi muatan lain yang dikandung dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan outsourcing. Ini diatur dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3), yaitu:
1.         adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
2.         hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a dituangkan secara tertulis dan ditandatangani kedua pihak dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
3.         perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
4.         perjanjian kerjasama antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
5.         Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Lebih lanjut persyaratan-persyaratan tersebut di atas diatur lebih rinci dan teknis lagi di Permenaker 19/2012. Semisal kewajiban mendaftarkan perjanjian antara perusahaan penyedia pekerja outsourcing dengan perusahaan pengguna pekerja outsourcing ke instansi ketenagakerjaan setempat.
Kemudian juga ada persyaratan kewajiban bagi perusahaan penyedia pekerja outsourcing seperti harus berbadan hukum Perseroan Terbatas, memiliki izin usaha, izin operasional dan nomor pokok wajib pajak.  Selain itu, perusahaan penyedia pekerja outsourcing juga harus mendaftarkan perjanjian kerja pekerja outsourcing-nya di instansi ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

D.      Akibat Hukum Pelanggaran Praktik Outsourcing
Dalam Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa apabila ketentuan dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan tidak terpenuhi, dalam arti pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi,maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.04/MEN/VIII/2013 sebagai pedoman pelaksana dari Permenaker 19/2012 ada juga sanksi pencabutan izin operasional perusahaan penyedia pekerja outsourcing. Yaitu bagi perusahaan outsourcing yang tidak mendaftarkan perjanjian kerjasama dengan perusahaan pengguna outsourcing. Juga terhadap perusahaan outsourcing yang tidak mencatatkan perjanjian kerja pekerja outsourcing-nya.  Sehingga tidak ada sanksi pidana secara spesifik bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh maupun perusahaan pemberi kerja yang melanggar praktik outsourcing sesuai Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.Namun yang ada hanyalah pencabutan izin operasional perusahaan penyedia pekerja outsourcing dan perubahan status hubungan kerja pekerja outsourcing.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dalam hubungan kerja perjanjian kerja merupakan suatu hal yang lazim digunakan dimana, antara pekerja dan pemberi kerja mempunyai kekuatan hukum yang mengikat yaitu perjanjian kerjanya sebagai undang-undang bagi pihak yang terikat.Perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan kerja bersama (KKB).Perjanjian kerja dibentuk harus berdasarkan kesepakatan yang terbuka dari kedua pihak.Sedangkan pelanggaran terhadap isi perjanjian adalah pelanggaran hukum, yaitu hukum yang mengikat kedua pihak.Pelanggaranhukum terdapat kewajiban membayar ganti rugi oleh yang melanggar perjanjian.Dalam melakukan perjanjian kerja harus terpenuhinya unsur-unsur dalam ketentuan-ketentuan hukum dalam pembuatan perjanjian.
Praktek Outsourcing telah diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsug dengan proses produksi. Dan bagi yang melanggar,tidak ada sanksi pidana secara spesifik bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh maupun perusahaan pemberi Namun yang ada hanyalah pencabutan izin operasional perusahaan penyedia pekerja outsourcing dan perubahan status hubungan kerja pekerja outsourcing.

B.     Saran
Dalam pembentukan perjanjian kerja yang sifatnya formal sebaiknya kedua pihak didukung oleh pihak dari pemerintah.Pihak pemerintah disini dapat memberikan masukaan maupun saran terhadap isi perjanjian tersebut.Oleh karena itu pejabat pemerintah yang turun tangan dalam hal ini adalah mereka yang mempunyai keahlian khusus dalam perjanjian kupun tentang pekerjaan yang dikerjakan berdasarkan perjanjian kerja tersebut.
Dalam praktek Outsourcing sebaiknya  pemerintah harus melakukan pengawasan dan menetapkan standar regulasi di tingkat pusat dan daerah dan pengusaha atau industri diharap dapat menentukan core dan non core serta membuat skemahubungan kerjasama yang melindungi hak pekerja atau buruh, artinya perusahaan seharusnyamenetapkan outsourcing bukan untuk cost reduction tetapi semangat untuk fokus pada bisnisdan produktivitas yang berkaitan dengan kesejahteraan Serta perusahaan outsourcing harus profesional dan taat hukum sehingga dapat menjadi mitrausaha yang dapat diandalkan berdasarkan kompetensi dan produktifitasnya dan tak lupa pekerja atau buruh harus meningkatkan kompetensinya agar mampu bersaing di tengah erayang kompetitif sehingga akan dicari perusahaan dan mempunyai daya saing
 


DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. 2014. Seputar Maslah Tenaga Kerja Outsourcing di Indonesia. Diakses melalui http:// www.academia.edu/ 4820761/ Seputar_Masalah_Tenaga_Kerja_Outsourcing_di_Indonesia  pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 10.31
.
Djumadi, S.H., M. Hum., 2004. Perjanjian Kerja. Bnjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada.

Husni Lalu, S.H., Hum. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Mataram: PT. Rajagrafindo Persada.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.04/MEN/VIII/2013.
Tri Jata Ayu Pramesti. 2015. Akibat Hukum Pelanggaran Praktik Outsourcing.  Diakses melalui http:// www.hukumonline.com/ klinik/ detail/ lt51ee87cd92e1f/akibat-hukum-pelanggaran-praktik-outsourcing pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 10.39.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.